Senin, 08 Februari 2016

Unknown

Nashiruddin Al-Albani




  • Nama: Nashiruddin Al Albani
  • Gelar: Syeikh Al-Albani
  • Lahir: 1914 M atau 1333 H
  • Wafat: 1999 M atau 1420 H 
  • Asal: Albania
  • Madzhab: Sunni - Tanpa Madzhab/Panggilan Hati

  • yang dilahirkan di kota Ashkodera, negara Albania tahun 1914 M dan meninggal dunia pada tanggal 21 Jumadil Akhir 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yordania. Pada masa hidupnya, sehari-hari dia berprofesi sebagai tukang reparasi jam. Dia memiliki hobi membaca kitab-kitab khususnya kitab-kitab hadits tetapi tidak pernah berguru kepada guru hadits yang ahli dan tidak pernah mempunyai sanad yang diakui dalam Ilmu Hadits.
    Keluarga beliau boleh dibilang termasuk kalangan kurang berada, namun bertradisi kuat dalam menuntut ilmu agama. Ayahanda beliau bernama Al-Haj Nuh, lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari”ah di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul). Keluarga beliau kemudian berhijrah ke Damaskus, ibu kota Syria, dan menetap di sana.
    Beliau boleh dibilang tidak menyelesaikan pendidikan formal yang tinggi, kecuali hanya menyelesaikan sekolah Madrasah Ibtidaiyah. Kemudian beliau meneruskan ke madarasah An-Nizhamiyah.Dia sendiri mengakui bahwa sebenarnya dia tidak hafal sepuluh hadits dengan sanad muttashil (bersambung) sampai ke Rasulullah, meskipun begitu dia berani mentashih dan mentadh’iftan hadits sesuai dengan kesimpulannya sendiri dan bertentangan dengan kaidah para ulama hadits yang menegaskan bahwa sesungguhnya mentashih dan mentadh’ifkan hadits adalah tugas para hafidz (ulama ahli hadits yg menghapal sekurang-kurangnya seratus ribu hadits).
    Namun demikian beberapa kalangan baik di Indonesia terutama di Arab Saudi menganggap semua hadits bila telah dishohihkan atau dilemahkan al-Albani mereka pastikan lebih mendekati kebenaran.
    Cukup sebagai bantahan terhadapnya, pengakuannya bahwa dia dulunya bekerja sebagai tukang reparasi jam dan hobinya membaca buku-buku tanpa mendalami ilmu Agama pada para ahlinya dan tidak mempunyai sanad yang diakui dalam Ilmu Hadits bahkan sanadnya terputus (tidak bersambung sampai ke Rasulullah), tetapi sanadnya kembali kepada buku-buku yang dibacanya sendiri.

    Albani menyenangi ilmu hadits dan semakin asyik dengan penelusuran kitab-kitab hadits. Sampai pihak pengelola perpustakaan adz-Dzhahiriyah di Damaskus memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuk beliau.
    Hadits menjadi kesibukan rutinnya, sampai-sampai beliau menutup kios reparasi jamnya. Beliau lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan Azh-Zhahiriyah, sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu sholat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan.
    Namun sayangnya, dia menyangka bahwa dirinya telah menjadi profesional dalam urusan agama. Dia memberanikan diri untuk berfatwa dan mentashih hadits atau mendha’ifkannya sesuai dengan keinginan hawa nafsunya. Juga dia berani menyerang ulama yang mu’tabar (yang berkompeten di bidangnya) padahal dia mandakwa bahwa “hafalan” hadits telah terputus atau punah.
    Dia mengakui bahwa sebenarnya dia tidak hafal 10 hadits dengan sanad muttashil (bersambung) sampai ke Rasulullah, meskipun begitu dia berani mentashih dan mentadh’iftan hadits sesuai dengan hawa nafsunya dan bertentangan dengan kaidah para ulama hadits yang menegaskan bahwa sesungguhnya mentashih dan mentadhifkan hadits adalah tugas para hafiz saja.
    Namun demikian oleh beberapa kalangan yang memujanya, Syeikh Al-Albani diminta rutin mengisi sejumlah jadwal kajian yang dihadiri para penuntut ilmu dan dosen-dosen untuk membahas kitab-kitab. Dari kerja keras tersebut muncullah karya-karya ilmiah dalam masalah hadits, fiqih, aqidah dan lainnya. 
    Karena keberpihakannya pada golongan tertentu maka Pihak Al-jami’ah Al-Islamiyyah di Madinah memilih beliau sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di perguruan tinggi tersebut.  Beliau bertugas selama 3 tahun dari 1381 H sampai 1383 H. Pada tahun 1395 H sampai 1397 H pengurus Al-Jami’ah mengangkat beliau sebagai salah satu anggota majelis tinggi Al-Jami’ah. Saat berada disana beliau menjadi tokoh panutan dalam kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba dimana dosen-dosen lain menimati hidangan teh dan kurma, beliau lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama murid-muridnya untuk memberi pelajaran tambahan. Hubungan beliau dengan murid adalah hubungan persahabatan, bukan hubungan guru-murid. Beliau juga pernah diminta Menteri Penerangan Kerajaan Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits di kuliah S2 di Al-Jami’ah Makkah Al-Mukarramah pada tahun 1388 H, namun karena beberapa hal keinginan tersebut tidak tercapai. Atas jasanya untuk As-Sunnah An-Nabawiyah, beliau mendapatkan sebuah penghargaan dari kerajaan Arab Saudi berupa Piagam king Faisal pada tanggal 14 Dzulqa’idah 1419 H
    Catatan:
    Setidaknya ada 3 syarat untuk menjadi Ahli Hadist menurut Imam Ibnu Hajr al Asqolani As-Syafi’i :
    1 – Masyhur dalam menuntut ilmu hadits dan mengambil riwayat dari mulut para ulama, bukan dari kitab-kitab hadits saja
    2 – Mengetahui dengan jelas Thabaqat generasi periwayat dan kedudukan mereka
    3 – Mengetahui Jarah dan ta`dil dari setiap periwayat, dan mengenal mana hadist yang Shahih atau yang Dhaif, sehingga apa yang dia ketahui lebih banyak dari pada yang tidak diketahuinya, juga menghapal banyak matan haditsnya.
    Nasihat kami bagi seluruh umat Islam untuk berhati-hati dalam membaca kitab-kitab Nasiruddin al-Albani dan berhati-hati merujuk kepada tashih dan tadh`ifnya dalam hadits. 
    Semoga Alloh SWT merahmati Syeikh Nashiruddin Al-Albani, mengampuni segala kesalahan beliau dan memberikan pahala sesuai dengan amal baik perbuatan beliau. Amin.

    Unknown

    About Unknown -

    Daarul Fiqih menyediakan informasi yang benar berdasarkan Al Qur'an, Hadits, dan Qiyas serta Ijma' Ulama agar Umat Islam Selamat dari Pengaruh Kaum Tanpa Madzhab

    Subscribe to this Blog via Email :